Jika hanya melihat nama depannya, banyak orang takkan menyangka bahwa dia adalah Boru Batak. Namun ‘Simanjuntak’ di belakang nama Suryati jelas menunjukkan bahwa dia adalah halak hita.

Bukan cuma Boru Batak, Suryati Simanjuntak yang kini berusia 50 tahun, telah mendedikasikan separuh hidup untuk tanah kelahirannya, Tano Batak.

Lewat Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), Suryati selama 25 tahun mengadvokasi puluhan ribu rakyat sekitar Danau Toba yang menjadi korban ketidakadilan.

“Saya mencintai tanah kelahiran saya dan masyarakatnya,” kata Suryati yang menjabat Sekretaris KSPPM di kantornya, Parapat, Simalungun, Sumut, kepada batakgaul.com belum lama ini.

Didirikan sejak 23 Februari 1985, KSPPM adalah organisasi non-pemerintah yang dikenal konsisten membela hak-hak rakyat Toba.

Deretan tokoh-tokoh Batak terkenal, seperti Asmara Nababan, Adnan Buyung Nasution, Muchtar Pakpahan dan Gomar Gultom tercatat sebagai pendiri organisasi ini.

“Mereka (para pendiri) yang lagsung mengkader saya,” kenang Suryati saat gabung KSPPM pada 1992.

Suryati Simanjuntak, Separuh Hidup untuk Tano Batak
Suryati Simanjuntak, Separuh Hidup untuk Tano Batak

Suryati mengakui, awalnya masuk KSPPM hanya karena ingin bekerja setelah lulus kuliah di Universitas Simalungun. Namun, tugas-tugas pendampingan masyarakat membuatnya akhirnya jatuh hati pada pekerjaan sampai sekarang.

“Dari lajang sampai beranak empat sekarang,” ujar Suryati tertawa.

(BACA: 7 Rekomendasi Tempat Healing Bawah Laut Basilika)

Semakin menuanya usia ternyata tidak menurunkan semangat perempuan kelahiran Pematangsiantar 1 Juni 1966 ini. Sebagai pemimpin di KSPPM, dia harus tetap menjaga stamina untuk bekerja bersama-sama 23 orang staf di organisasi tersebut.

Bahkan, pada sebuah akhir pekan belum lama ini, batakgaul.com pernah menyaksikan Suryati menginap di kantor karena harus mempersiapkan sebuah acara seminar di Samosir.

“Sudah biasa (menginap di kantor). Anak-anak sudah biasa saya tinggal karena sudah besar,” katanya tersenyum.

Sebagai seorang istri dan ibu dari empat orang anak, Suryati mengaku sering mendapat pertanyaan soal bagaimana membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga. Namun, hal itu tidak menjadi kendala baginya.

“Karena suami dan anak-anak dulu sering saya bawa ke lapangan. Mereka jadi mengerti pekerjaan saya seperti apa,” ujarnya.

Meski disibukkan oleh banyak pekerjaan, Suryati sesekali mengunakan waktu bersama suami dan anak-anak untuk ngobrol-ngobrol di rumahnya di Pematangsiantar, yang bejarak satu jam perjalanan dari kantor KSPPM di Parapat.

Suryati meyakini kerja untuk masyarkat membuat kasih Tuhan kepada keluarganya juga berlebih.

“Anak-anak saya sekolahnya baik, tidak ikut kenakalan remaja,” ujar Boru Juntak Hutabulu Nomor 15 ini.

Intimidasi

Sebagai pembela masyarakat yang menjadi korban ketidakadilan, Suryati sering berhadapan dengan pihak-pihak yang berseberangan. Tidak jarang intimidasi pun didapatkan, meski tidak secara langsung.

“Di Polres nama kita selalu DPO (Daftar Pencarian Orang). Tertulis ‘DPO Suryati Simanjuntak’,” katanya.

Suryati mengatahui status itu diberikan polisi atas laporan PT Toba Pulp Lestari (TPL), perusahaan bubur kertas yang sudah sejak 1980-an berkonflik agraria dengan masyarakat adat Batak.

Dilaporkan atas kasus apa, Suryati juga tidak mengerti. Namun, dia tidak kaget mengingat hampir semua advokasi yang dilakukan KSPPM adalah korban ketidakadilan TPL.

“Sudah biasalah (intimidasi status DPO),” ujar Suryat santai.

Pernah suatu ketika Suryati, yang sedang menyandang status DPO bertemu dengan pejabat kepolisian setempat di sebuah acara. Namun alih-alih menangkap, polisi tersebut malah ramah kepadanya.

“Pak saya ini kan DPO,” kata Suryati.

“Tidak apa-apa ibu, kita berfoto dulu,” lanjutnya menirukan ucapan sang polisi sambil tertawa.

Nama Suryati Simanjuntak memang sudah tidak asing bagi masyarakat Tano Batak, khususnya mereka yang berkonflik dengan pihak TPL. Total ada sekitar 28 ribu KK dan 4 ribuan orang dari kelompok tani yang diadvokasi dan didampingi oleh KSPPM.

Karena popularitasnya itulah Suryati selalu ditawari menjadi mejadi bakal calon wakil bupati setiap pilkada kabupaten di sekitar Danau Toba digelar.

“Mereka janji saya tidak akan pernah keluar uang,” ujarnya.

Namun, setiap kali tawaran politik itu datang, setiap kali itu juga Suryati menolak. “Saya tetap di jalur ini,” tegasnya.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *