Batasi Keramba Demi Kelestarian Danau Toba Apapun sangkalan yang dipakai perusahaan pemilik keramba jaring apung (KJA), faktanya Danau Toba di Sumatera Utara (Sumut) sudah tercemar. Sejumlah data ilmiah sudah membuktikan hal tersebut.

Pada 2013 saja, menurut data Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumut pencemaran Danau Toba sudah melebihi ambang batas. Volume pencemar berupa benda padat mencapai 50.008 ton per tahun, fosfor 1.728 ton per tahun, dan nitrogen 5.585 ton per tahun.

Kadar total fosfor pada 2012 bahkan sudah mencapai 0,11 miligram (mg) per liter. Padahal, sesuai ketentuan, kadar fosfor tak boleh lebih dari 0,01 mg per liter.

Baca Juga : Tempat Wisata Disekitar Danau Toba Wajib Dikunjungi

Sementara menurut Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT), danau vulkanis terbesar di dunia itu sekarang sudah mengalami pendangkalan, ikan-ikan mulai mati, PH air sudah lebih dari 9,5 sehingga tidak bisa dikonsumsi meski sudah dimasak, dan temperatur air meningkat dari 26 ke 30 derajat celcius dalam setengah tahun terakhir.

Total beban Danau Toba memang terlampau berat. Berdasarkan data BLH Sumut, daya tampung beban pencemaran air Danau Toba maksimal hanya 800 ton per tahun, tetapi kini mencapai 1.500 ton per tahun.

Saluran limbah rumah tangga tampa pengolahan di Pantai Bebas, Parapat/batakgaul
Sisa pakan dan kotoran ikan memang bukan penyebab satu-satunya tercemarnya Danau Toba. Ada juga limbah rumah tangga dari 390.000 orang yang tinggal di tepi Danau Toba dan juga dari hotel serta pengingapan di tepiannya.

Namun, sisa pakan dan kotoran ikan diduga kuat sebagai pencemar utama. Petani KJA di Haranggaol, Ray Retrigo Sitio, tidak memungkiri adanya pencemaran Danau Toba lewat sisa pakan ikan tersebut.

“Pencemaran itu tidak bisa kita pungkiri,” kata Ray kepada batakgaul.com dua pekan lalu.

Menurut Ray, jika memang fosfor dalam pakan ikan menjadi penyebab utama pencemaran Danau Toba, pemerintah seharusnya mencari solusi bagaimana agar pakan tidak terlalu banyak mengandung zat kimia yang bisa memicu tumbuhnya alga (eceng gondok) tersebut.

“Kami juga tidak mau Danau Toba kotor, karena kalau kotor ikan nilai juga tidak sehat,” kata Ray.

Kandungan fosfor dalam salah satu merek pakan tenggelam/batakgaul
Seandainya pemerintah mau membatasi KJA di Danau Toba, Ray mengatakan, pihaknya siap. “Tapi tidak ditutup, karena ini mata pencaharian kami,” ujar Ray yang bisa meraup untung Rp 370 juta sekali panen.

Sopan Sihaloho, petani KJA sekaligus tauke di Haranggaol, juga siap dengan program pembatasan keramba.

“Saya punya 160 lubang, kalau dipangkas menjadi 100 saya siap. Asal tidak ditiadakan,” ujar Sopan yang bisa meraup untuk Rp 200 juta per bulan dari KJA.

Batasi Keramba Demi Kelestarian Danau Toba
Batasi Keramba Demi Kelestarian Danau Toba

Peniadaan KJA atau ‘zero keramba’ memang pernah dikumandangkan sejumlah kepala daerah di sekitar Danau Toba, termasuk Bupati Simalungun JR Saragih. Namun, karena tata ruang Danau Toba urusan provinsi, penataan KJA masih menunggu peraturan daerah yang rencananya segera diterbitkan.

“Kalau (KJA) ditutup, memang pemerintah mau bayar utang-utang kami di bank,” kata Ray.

Terlepas dari penutupan, pengurangan atau pembatasan KJA memang sebuah keharusan mengingat produksi ikan sudah melebih daya dukung Danau Toba, yakni maksimal 50.000 ton per tahun.

Data Dinas Perikanan dan Kelautan Pemprov Sumut menunjukkan, pada 2015 produksi ikan Danau Toba sudah mencapai 80.000 ton per tahun, yakni 51.000 ton dari perusahaan dan 29.000 ton dari masyarakat. Artinya, sudah melewati 30.000 ton dari daya dukung.

Masyarakat, setidaknya di Haranggol, sudah setuju pembatasan KJA agar tidak melampaui daya dukung Danau Toba. Selanjutnya tinggal pemerintah mengatur agar bagaimana alokasi produksi ikan KJA adil bagi masyarakat setiap kabupaten.

Kepada petani KJA, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut, Zonny Waldi, pernah memaparkan wacana alokasi ikan KJA. Pertama, berdasarkan jumlah penduduk. Kedua, berdasarkan jumlah garis pantai.

Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut
Berdasarkan dua acuan itu, kabupaten yang mendapat alokasi ikan KJA paling besar ke paling kecil yakni, Samosir, Toba Samosir, Simalungun, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Karo dan Dairi.

Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut
Kalau alokasi 50.000 ton per tahun sudah dibagi habis untuk masyarakat, bagaimana dengan perusahaan? Mau tidak mau perusahaan harus berhenti beroperasi, karena bagaimanapun hasil bumi harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan perusahaan.

Pemkab Simalungun juga pernah meminta PT Aquafarm Nusantara dan PT Suri Tani Pemuka yang berada di wilayahnya untuk tutup.

Sebab, menurut Sekretaris Daerah Pemkab Simalungun, Gidion Purba, selain mencemari Danau Toba, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari kedua perusahaan tersebut tidaklah cukup besar, sehingga ketika dihentikan tidaklah berpengaruh kepada nilai keuangan Pemkab.

Gidion justru optimis pembangunan wisata lewat Badan Otorita Danau Toba ke depannya akan menghasilkan PAD yang signifikan.

“Kita optimis PAD akan dihasilkan dari perkembangan ini,” kata Gidion, Januari lalu.

Data Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut pada 2014 menunjukkan, PAD Sumut dari PT Aquafarm Nusantara adalah Rp 387.790.000 dan dari PT Suri Tani Pemuka Rp 41.410.000.

Padahal di tahun yang sama, total nilai ekspor dua perusahaan tersebut adalah USD 79,6 juta atau Rp 1 triliun lebih.

Sumber: LPPMHP Medan 2014
Selain soal PAD, kehadiran PT Aquafarm Nusantara juga dinilai kurang membawa manfaat bagi masyarakat sekitar Danau Toba. Menurut LH, mantan karyawan PT AN, dari 4.000 pekerja di perusahaan itu, cuma sekitar 350 orang yang asli Toba.

“Asisten manager saja tidak ada orang Toba, memang humasnya orang sini (Toba),” kata LH.

Hal itu dibantah oleh PT AN lewat websitenya, yang menyebut dari 4.000 karyawannya 90 persen adalah penduduk sekitar Danau Toba dan sekitar 75 persen penduduk setempat di Serdang Bedagai.

Kemanfaatan perusahaan-perusahaan KJA di Danau Toba bagi pemerintah dan masyarakat sekitar barangkali masih bisa diperdebatkan, namun kerusakan lingkungan Danau Toba sekarang ini adalah sebuah fakta yang harus segera diselesaikan.

Baca Juga :
Resepsi Aturan Cara Pernikahan dalam Adat Batak Toba

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *