Pernahkah kamu penasaran tentang Adat Batak,mengenai Adat,Budaya bahkan Tradisinya?  Seperti pembahasan kita dibawah ini mengenai adat batak tentang perceraian, mengapa orang batak jarang bercerai? Disini kita akan membahas apa saja alasan mengapa orang batak jarang bercerai, karena dalam pernikahan orang batak itu bersifat sakral dari kedua belah pihak laki-laki dan perempuan yang mengandung martabat keluarga besar mereka. Maka dari itu Pernikahan suku batak sangat melibatkan unsur-unsur kesakralan tersebut untuk dijadikan bahan pertimbangan, Sebagai berikut :

Ini Alasan Kenapa Orang Batak Jarang Bercerai

Terdapat  4 unsur besar yang digunan adat batak seperti:

  1. suhi ni ampang na opat kedua pihak, yakni : simolohon (abang atau adik pengantin),
  2. pamarai (abang atau adik orangtua pengantin),
  3. paribahan/sihunti ampang (kakak atau adik dan atau bibi pengantin), dan
  4. tulang (paman).

Dalam pernikahan adat batak juga memiliki aturan dan proses yang panjang seperti, yakni

  • martandang (mendekati, pdkt),
  • mangaririt (proses memilih atau menentukan cocok tidaknya pasangan)
  • maroroan/marsijaloan tanda (mengikat janji/tunangan),
  • marhusip, marhata sinamot, marpulut saut (akad nikah/janji secara agama)
  • mangido pasupasu sian tulang (minta izin paman)
  • mangadati (acara adat)
  • paulak une/mebat, tingkir tangga/tingkir tataring di samping prosesi keagamaan sesuai agamanya.

(BACA: ‘Sinamot’ Bukan Penghalang! Kecil atau Besar, Tetap Adat Batak…)

Semua bagian itu pasti memiliki nilai histori dan filosofi yang tinggi yang melibatkan kedua belah pihak. Jadi, perkawinan Batak bukan hanya sebatas ikatan individu pasangan menikah,tetapi telah mempertemukan marga dari kedua pihak walaupun prosesnya tidak harus melibatkan seluruh marga yang bermarga sama dengan pasangan tersebut.

Alasan Kenapa orang batak Jarang Bercerai secara hukum adat, yang ikut serta dalam proses itu adalah atas nama dan martabat marga yang diwakilinya.

Bagaimana maksudnya?

Artinya, setelah mereka Menikah dan dilakukan nya adat, kedua marga(pengantin dari pria dan wanita) tersebut akan selalu ikut terlibat bersama dalam segala aktivitas adat dan kehidupan pasangan tersebut kemana pun nantinya pasangan itu pergi nantinya. Ini karena prinsip batak semarga (mardongan tubu) adalah “si sada anak si sada boru”.

Perempuan yang telah menjadi istri dari suatu marga batak  disebut paniaran (nyonya marga). Maka, seorang perempuan yang telah menikah akan menyebut marga suaminya (yang artinya dia sudah menjadi bagian marga dari keluarga si pria)  paniaran marga suaminya, tetapi jika ditanya boru apa, dia masih menyebut marga bapaknya.

Baca Lebih Lengkap: (Pernikahan Yang dilarang Dalam Adat Batak)

Dengan kesimpulan, sejak menikah, perempuan telah menyatu dengan punguan marga suaminya, atau sudah menjadi hak pihak dari  suaminya. Nah, ito (adik laki-laki) dan lae (ipar dari kakak ataupun adiknya), Kemungkinan sudah dapat dipahami kan bagaimana dalamnya hungan marga dalam  perkawinan adat Batak.

Yang pastinya jika kita melihat biaya yang dikeluarkan pihak pria untuk berlangsungnya pesta  adat pernikahan tersebut.

Melalui tahapan adat yang panjang, pastinya menghabiskan biaya yang besar juga, Kedua belah pihak pasti berpikir panjang untuk memulai suatu perkawinan dibutuhkan persiapan matang, tidak asal pilih pasangan hidup serta harus diikat cinta kasih (holong).

seperti itulah pertimbangan yang menjadi pengikat orang batak untuk tidak bercerai (marsirang) apalagi sudah gabe/maranak marboru (Sudah dikaruniai anak laki-laki dan perempuan). Yang pastinya jika mereka melanjutkan kejenjang perceraian kedua belak pihak dari  istri dan suami akan menentang mereka melangkah pada perceraian  sebab sudah gabe, salah satu tangga dasar 3 tujuan hidup orang Batak: Hagabeon, Hamoraon, Hasangapon.

Orang batak tidak bisa bercerai selain kematian atau mahilolong (perempuan meninggalkan suaminya oleh suatu hal) atau karena marmainan (istri selingkuh). Sebab, yang diikat dalam adat batak sulit dilepas ikatannya khusus yang telah punya anak, (marbulung tu ginjang, marurat tu toru).

Para raja adat utamanya unsur dalihan na tolu akan berusaha keras agar perkawinan itu dapat dipertahankan.

Bagaimana jika perceraian tidak bisa dihindari lagi?

Jikapun harus bercerai maka harus diadakan rapat adat dari kedua pihak.

Harus ada persetujuan dari tetua  adat atas keinginan bercerai dari  pasangan tersebut dengan alasan yang dapat diterima oleh semua pihak. Setelah itu, perceraian dianggap sah jika telah dipagoi dengan mencabut tuhe (patok pertanda batas kepemilikan). Tentunya dengan konsekuensi tertentu yang harus dipikul kedua belah pihak.

hasil dari penjelasan adat batak tersebut apakah kamu sudah mengerti? hal Besar yang dapat kita garis bawahi adalah pilihlah pasanganmu yang bener-benar mencintaimu,kepada pria ataupun wanita.

Juga pahamilah dasar utama pernikahan adalah kasih (holong) dan saling menerima kekurangan pasangan (marpanganju). Dengan begitu tidak akan ada lagi perceraian bagi yang telah menikah.

 

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *