4 Pernikahan yang Dilarang dalam Batak Toba Banyak yang bilang pernikahan adat Batak Toba itu rumit. Sebab, banyak persyaratan yang harus dilalui sebelum akhirnya bisa sampai ke pelaminan.

Anggapan itu bisa benar, tapi juga sangat bisa salah. Benar karena memang ada sejumlah persyaratan yang harus dipatuhi, namun tidak juga rumit kalau dijalani dengan senang hati, sebagai bentuk penghormatan terhadap adat.

Pernikahan dalam adat Batak adalah pernikahan dengan orang di luar marganya (eksogami). Oleh karena itu, larangan keras pernikahan sesama marga adalah prinsip utama dalam pernikahan adat Batak.

Sedangkan, pernikahan yang ideal adalah antara anak laki-laki dengan boru ni tulang, atau putri tulang (saudara laki-laki ibu). Hubungan ini biasa juga disebut pariban.

Kalau kalian masih ingat, hubungan ini seperti hubungan Nella Regar dan Cok Simbara dalam sinetron ‘Pariban dari Bandung’ yang tayang tahun 1990-an.

Tapi di samping yang ideal, ternyata lebih banyak hubungan yang dilarang dalam adat Batak Toba. Jika pernikahan yang terlarang ini terjadi, maka disebut marsumbang (incest).

Berikut 4 Pernikahan yang dilarang dalam adat Batak Toba:

Perkawinan yang dilarang dalam adat batak sebagai berikut :

1. Namarito Pernikahan Saudara (Incest). Batakgaul.com

Namarito atau namariboto artinya bersaudara-saudari. Bisa dibayangkan kalau sesama saudara-saudari akhirnya menikah, sama juga incest kan?

Nah, kategori namarito itu cukup banyak. Pertama, patrilateraal cross cousin, yakni antara seorang laki-laki dengan putri namboru (saudara perempuan ayah) atau seorang perempuan dengan putra tulang (saudar laki-laki ibu).

Jadi, buat cowok-cowok, kalian ingat ya: menikahi putri namboru adalah terlarang! Atau bagi cewek-cewek: menikahi putra tulang itu pantang!

Baca Juga : (Alasan Kenapa Orang Batak  Jarang Bercerai)

Apa alasan larangan tersebut?

Kategori namarito yang kedua adalah anak bapatua/bapauda atau anak inangtua/inanguda (parallel cross cousin). Pernikahan dengan anak bapatua/bapauda atau anak inangtua/inanguda dilarang karena juga dianggap marsumbang alias incest.

Disebut incest karena seseorang dengan anak bapatua/bapauda-nya atau anak inangtua/inanguda-nya dianggap lahir dari satu ibu.

Kata ‘uda’ (muda) dan ‘tua’ di belakang bapatua/bapauda dan inangtua/inanguda menunjukkan mereka adalah bapak kita yang lebih tua atau muda, dan ibu kita yang lebih tua atau muda.

Pada intinya, siapapun yang kita panggil bapatua/bapauda atau inangtua/inanguda, juga adalah bapak dan ibu kita sendiri. Masak kalian mau menikahi anak bapak atau ibu kalian sendiri? Tentu tidak kan.

2. Namarpadan

Mencari jodoh Batak dari luar marga tentu baik. Namun, hal itu tidak cukup. Sebab, ada pengecualian lewat padan (perjanjian adat), yakni perjanian satu cabang marga dengan marga lain sebagai marga yang bersaudara sekandung.

Misalnya, antara Sitompul dan Tampubolon; Hutabarat bagian Parboju Bosi dan Silaban bagian Sitio, dan banyak lagi. Kedua marga yang marpadan tersebut tidak boleh kawin karena dianggap saudara sekandung yang diikat dengan perjanjian.

Kalau padan ini dilanggar, maka disebut mangose padan (mengingkari janji). Mereka diyakini akan mendapat hukuman dari roh nenek moyang masing-masing. Bahkan, anggota kedua marga tersebut akan menjatuhkan hukuman kepada si pelanggar.

Jadi sebelum kalian dekati boru Batak, pahami dulu soal padan ini. Jika kalian tidak tahu marga kalian marpadan dengan marga apa saja, tanya dulu mamak bapak kalian, atau kalau perlu, tanya raja adat marga kalian

3. Dua Pungga Sada Ihotan

Dua pungga sada ihotan (dua batu asahan satu ikatan) adalah analogi untuk larangan pernikahan antara dua laki-laki bersaudara dengan dua perempuan bersaudara.

Artinya, jika seorang laki-laki sudah menikahi seorang perempuan, saudara kandung si laki-laki itu tidak boleh menikah lagi dengan saudara kandung si perempuan. Dengan demikian, tidak boleh seseorang dan saudara kandungnya mempunyai mertua yang sama.

Menurut ahli adat Batak dari Belanda, JC Vergouwen, larangan ini berkaitan dengan larangan saling menyapa yang berlaku di dalam hubungan tertentu. Misalnya, antara istri adik lelaki (anggi boru) yang tidak diperkenankan berbicara dengan abang suami (haha doli).

Nah, bila adik perempuannya menikah dengan saudara perempuan istrinya, maka akan terjadi perubahdan dan persitilahan hubungan (imbar ni partuturan). Hal ini banyak dicegah karena bisa mengacaukan partuturan (hubungan tegur sapa).

4. Pariban Na So Boi Olion

Menikahi pariban adalah hal yang paling ideal dalam pernikahan Batak Toba. Meski demikian, ternyata tidak semua pariban bisa dinikahi. Atau dengan kata lain, ada pariban yang tidak bisa dinikahi (na so boi olion).

Pariban yang tidak bisa dinikahi adalah pariban yang salah satu saudara kandungnnya sudah menikah dengan saudara kandung kita. Larangan ini juga berlaku bagi hubungan yang tidak kandung, namun satu marga.

Misalnya, seorang lelaki menikahi boru A (pariban/semarga dengan ibu si lelaki) untuk dijadikan istri, maka adik dari lelaki tersebut tidak boleh lagi menikahi perempuan boru A, kendati dia bukan saudara kandung istri abangnya.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *